KELAINAN DESINTEGRATIF PADA MASA KANAK-KANAK
Pada Kelainan Desintegratif Pada Masa Kanak-kanak (Psikosa Desintegratif, Sindroma Heller), seorang anak yang tampaknya normal, setelah berumur 3 tahun mulai berlaku seperti anak di bawah umur 3 tahun (terjadi kemunduran fungsi kecerdasan, sosial, dan bahasa, yang sebelumnya normal).
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kadang ditemukan kelainan otak degeneratif. Anak mengalami penurunan kemampuan berkomunikasi, kemunduran perilaku non-verbal dan hilangnya ketrampilan tertentu.
Gejalanya berupa:
- penurunan kemampuan bersosialisasi,
- penurunan pengendalian buang air besar dan berkemih,
- penurunan kemampuan berbahasa ekspresif (menyatakan perasaan) atau reseptif (menerima),
- penurunan kemampuan motorik,
- kurang mau bermain,
- gagal untuk menjalin hubungan dengan anak sebaya,
- gangguan perilaku non-verbal,
- kosa katanya berkurang,
- tidak mampu memulai atau mengikuti suatu percakapan.
Tanda terpenting dari kelainan ini adalah bahwa sampai usia 2 tahun, perkembangan terjadi secara normal, tetapi kemudian terjadi penurunan kemampuan secara bertahap. Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hilangnya/berkurangnya 2 dari 3 area fungsi (fungsi kecerdasan, sosial dan bahasa).
Kelainan desintegratif pada masa kanak-kanak tidak dapat diobati maupun disembuhkan. Prognosisnya buruk dan jika kemundurannya berat, maka anak akan selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalankan fungsinya.
SKIZOFRENIA PADA MASA KANAK-KANAK
Skizofrenia Pada Masa Kanak-kanak adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perilaku dan pemikiran yang abnormal, yang mulai timbul diantara usia 7 tahun dan awal masa remaja. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi yang pasti bukan disebabkan oleh pola asuh yang jelek.
Skizofrenia pada masa kanak-kanak biasanya muncul pada usia 7 tahun. Anak mulai menarik diri dari pergaulan, kehilangan minatnya dalam kegiatan sehari-hari dan mengalami perubahan dalam pikiran dan persepsi (wawasan).
Gejala-gejala lainnya adalah:
- Bloking : tiba-tiba pikirannya terputus/terhambat
- Perseverasi : mengulang respon yang sama terhadap pertanyaan yang berbeda
- Ideas of reference : suatu keyakinan bahwa kata-kata atau sikap orang lain ditujukan kepadanya
- Halusinasi : penginderaan yang tidak berdasarkan atas kenyataan obyektif (melihat, mendengar maupun merasakan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada)
- Delusi (waham) : keyakinan yang salah, yang tidak dapat dirubah melalui penalaran atau bujukan
- Emosi tumpul : emosi yang datar; suara maupun ekspresi wajahnya tidak memberikan respon terhadap perubahan emosional (mereka tidak memberikan respon terhadap kejadian yang dalam keadaan normal bisa menyebabkan mereka tertawa atau menangis)
- Paranoid : suatu ketakutan atau kecurigaan bahwa orang lain berencana untuk mencelakakan dirinya atau bahwa orang lain mengendalikan pikirannya
- Pengendalian pikiran : suatu keyakinan bahwa orang lain atau kekuasaan seseorang mengendalikan pikirannya.
Skizofrenia tidak dapat disembuhkan, meskipun beberapa gejala bisa dikendalikan dengan obat-obatan dan psikoterapi. Obat anti-psikosa bisa membantu memperbaiki beberapa kelainan kimia di dalam otak. Yang sering digunakan adalah tiotiksen dan haloperidol. Tetapi anak-anak lebih peka terhadap efek samping dari obat anti-psikosa, seperti tremor, gerakan yang menjadi lambat dan kejang otot; karena itu pemakaiannya harus diawasi secara ketat.
Jika gejalanya memburuk, untuk sementara waktu anak mungkin perlu dirawat di rumah sakit, sehingga dosis obat bisa disesuaikan dan dapat dilakukan pengawasan terhadap usaha untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain. Beberapa anak harus tetap menjalani perawatan di rumah sakit.
DEPRESI
Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan atau kejadian menyedihkan dan tidak sebanding dengan kejadian tersebut serta tetap berlangsung untuk waktu yang cukup lama. Depresi yang berat relatif jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi sering terjadi pada saat remaja. Depresi pada anak-anak usia sekolah bisa menimbulkan masalah.
Depresi pada anak-anak bisa dipicu oleh berbagai peristiwa atau masalah berikut:
- Kematian orang tua
- Perpindahan seorang teman
- Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan sekolah
- Kesulitan dalam berteman, dan
- Penyalahgunaan obat atau alkohol.
Beberapa anak bisa mengalami depresi tanpa terlebih dahulu mengalami peristiwa yang menyedihkan. Pada anak-anak tersebut, anggota keluarga yang lain sebelumnya telah mengalami depresi; karena itu penelitan menyebutkan bahwa depresi cenderung diturunkan.
Gejala-gejalanya adalah:
- Perasaan sedih
- Apati
- Menarik diri dari teman-teman dan lingkungan sosialnya
- Kegembiraannya berkurang
- Merasa ditolak dan tidak dicintai
- Gangguan tidur
- Sakit kepala
- Nyeri perut
- Kadang berperilaku lucu atau konyol
- Terus menerus menyalahkan dirinya
- Napsu makannya berkurang
- Penurunan berat badan
- Murung
- Mempunyai fikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Bisa diberikan obat anti-depresi yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan kimia di dalam otak. Yang paling sering diberikan adalah penghambat reuptake serotonin, seperti fluoksetin, sertralin dan paroksetin. Anti-depresi golongan trisiklik jarang digunakan pada anak-anak karena memiliki efek samping yang berarti.
Selain obat-obatan, juga dilakukan psikoterapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok serta terapi keluarga.
MANIA DAN KELAINAN MANIK-DEPRESIF
Mania adalah suatu keadaan dimana seorang anak tampak sangat gembira dan aktif, serta berpikir dan berbicara sangat cepat. Bentuk mania yang tidak terlalu berat adalah hipomania. Manik-Depresif adalah suatu periode dari mania yang bergantian dengan depresi.
Mania dan hipomania jarang ditemukan pada anak-anak. Manik-depresif sangat jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Beberapa anak mungkin mengalami perubahan suasana hati yang jelas, tetapi hal ini biasanya bukan merupakan pertanda dari manik-depresif. Penyebabnya tidak diketahui. Gejalanya serupa dengan manik-depresif pada dewasa. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Pengobatannya agak rumit, biasanya terdiri dari kombinasi dari obat-obat untuk menstabilkan suasana hati (misalnya lithium, carbamazepin dan asam valproat). Sebaiknya anak dikonsultasikan kepada ahli jiwa anak.
PERILAKU BUNUH DIRI
Perilaku Bunuh Diri terdiri dari:
- Isyarat bunuh diri : aksi bunuh diri yang tidak berakibat fatal
- Usaha bunuh diri : aksi bunuh diri yang bisa berakibat fatal tetapi tidak berhasil dilakukan
- Bunuh diri : suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku.
- Peristiwa kehilangan, misalnya kehilangan pacar, kehilangan lingkungan yang akrab (sekolah, tetangga, teman) karena harus berpindah tempat tinggal dan kehilangan harga diri setelah percekcokan dengan keluarga
- Penderitaan akibat kehamilan yang tidak direncanakan
- Hukuman dalam keluarga yang mempermalukan dirinya.
Orang tua, dokter, guru, dan teman, bisa mengenali anak atau remaja yang melakukan usaha bunuh diri, misalnya dari perubahan perilakunya. Setiap isyarat bunuh diri harus ditanggapi secara serius. Pernyataan seperti "Seandainya saya tidak pernah dilahirkan ke dunia ini" atau "Saya ingin tidur dan tidak pernah terbangun lagi", bisa menunjukkan suatu keinginan yang kuat untuk melakukan bunuh diri.
Resiko tinggi melakukan bunuh diri ditemukan pada anak yang:
- Salah satu anggota keluarga, teman dekat atau teman sebayanya telah melakukan tindakan bunuh diri
- Salah satu anggota keluarganya baru saja meninggal
- Kecanduan obat
- Menderita kelainan tingkah laku.
Setiap usaha bunuh diri merupakan keadaan darurat. Jika usaha tersebut sudah dapat diatasi dan dicegah, anak bisa dirawat di rumah sakit atau tetap di rumah, tergantung kepada besarnya resiko jika anak tetap di rumah dan kapasitas keluarga untuk memberikan dukungan.
Keseriusan suatu usaha bunuh diri tergantung kepada sejumlah faktor:
- perencanaan (perencanaan yang matang menunjukkan keseriusan usaha bunuh diri),
- cara yang digunakan (penggunaan pistol lebih serius daripada overdosis obat),
- cedera yang terjadi.
Jika keluarga menunjukkan kasih sayang dan kepedulian, maka hasil dari pencegahan perilaku bunuh diri akan lebih baik. Respon yang negatif atau tidak bersifat mendukung dari orang tua akan memperburuk keadaan.
Pada beberapa kasus, tindakan yang terbaik adalah merawat anak di rumah sakit. Anak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, terutama jika anak mengalami depresi berat atau menderita kelainan jiwa lainnya (misalnya Skizofrenia). Biasanya anak akan ditangani oleh ahli jiwa dan dokter keluarga. Pemulihan meliputi pembangunan kembali moral anak dan mengembalikan ketenangan emosi di dalam keluarga.
KECEMASAN KARENA BERPISAH
Kelainan Kecemasan Karena Berpisah adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kecemasan yang berlebihan pada seorang anak akibat jauh dari rumah atau berpisah dengan orang-orang yang dekat dengannya. Kecemasan karena berpisah pada batas tertentu adalah normal dan terjadi hampir pada semua anak, terutama bayi dan balita.
Kelainan kecemasan karena berpisah adalah suatu kecemasan yang berlebihan yang melampaui tingkat perkembangan anak seusianya. Kelainan ini biasanya dipicu oleh kematian anggota keluarga, teman atau hewan peliharaan, maupun perpindahan tempat tinggal atau perubahan di sekolah.
Jenis kecemasannya adalah:
- kecemasan yang berlebihan ketika berpisah dari ibunya,
- khawatir kehilangan ibu atau khawatir ibunya mengalami bencana,
- sering tidak mau pergi ke sekolah atau tempat lain karena takut berpisah,
- sering tidak mau tidur jika tidak mau ditemani oleh orang dewasa,
- tidak mau ditinggal sendirian dalam suatu ruangan,
- di rumah selalu mengikuti orangtuanya kemanapun pergi,
- mimpi buruk,
- keluhan fisik yang berulang.
Anak seringkali tidak mau pergi ke sekolah, karena itu tujuan utama dari pengobatan adalah segera mengembalikan anak ke sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan terapi suportif (terutama yang diselenggarakan oleh orang tua dan guru).
Pada kasus yang lebih berat, diberikan obat anti-cemas dan anti-depresi. Pada kasus yang sangat berat, anak mungkin perlu menjalani perawatan di rumah sakit.
KELAINAN SOMATOFORMIS
Kelainan Somatoformis adalah sekumpulan kelainan dimana suatu masalah psikis menyebabkan terjadinya gejala fisik yang menyulitkan atau melumpuhkan. Seorang anak dengan kelainan somatoformis bisa memiliki sejumlah gejala tanpa adanya penyebab fisik, yaitu berupa nyeri, gangguan pernapasan, dan lemah secara fisik. Anak seringkali menunjukkan gejala penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga lainnya. Anak biasanya tidak menyadari hubungan antara gejala dengan masalah psikis yang mendasarinya.
Jenis kelainan somatoformis yang utama adalah:
- Kelainan Konversi
Anak merubah masalah psikis menjadi gejala fisik. Contohnya; lengan atau tungkainya tampak lumpuh, menjadi tuli atau buta, atau berpura-pura kejang. - Kelainan Somatisasi
Menyerupai kelainan konversi, tetapi anak menunjukkan gejala yang lebih samar. - Hipokondriasis
Anak terobsesi oleh fungsi tubuh (misalnya denyut jantung, pencernaan dan berkeringat) dan merasa yakin bahwa dia menderita penyakit yang serius padahal sesungguhnya semua baik-baik saja.
Sebelum menetapkan bahwa seorang anak menderita kelainan somatoformis, terlebih dahulu seorang dokter harus yakin bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Biasanya tidak dilakukan pemeriksan laboratorium menyeluruh karena dikhawatirkan anak akan semakin yakin bahwa mereka memang menderita kelainan fisik.
Jika tidak ditemukan kelainan fsik, dokter berbicara dengan anak dan anggota keluarga untuk mencoba menemukan masalah psikis yang mendasarinya atau untuk menemukan adanya masalah dalam hubungan antar anggota keluarga.
Anak mungkin akan menolak usulan untuk menemui psikoterapis karena takut konflik psikis yang disembunyikannya akan terungkap. Tetapi jika hal ini dilakukan secara bertahap dan perlahan, tanpa pemaksaan, lama-lama anak akan merubah perilakunya. Menenangkan anak dan memberikan dukungan bisa membantu meminimalkan gejala-gejala fisik. Jika tindakan tersebut gagal, biasanya anak dirujuk ke ahli jiwa anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar